Chika Novinda (MIA 2.2
/ 08)
Salsabila Farah D. (MIA 2.2 /
25)
TEKS NEGOSIASI
KERJASAMA
MEMBANGUN LABORATORIUM BATIK
Pada suatu pagi di sebuah pameran batik yang diadakan di Salatiga,
seorang pengusaha batik bernama Ibu Rini sedang duduk sambil menjaga stand batik miliknya. Dia terlihat lelah
dan bosan karena stand miliknya
sangat sepi. Tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya. Ternyata, dia juga
merupakan salah satu pengusaha batik di Salatiga yang juga membuka stand di pameran tersebut.
Pengusaha 1 : Selamat pagi, Bu.
Pengusaha 2 : Selamat pagi, Pak. Mari, silakan
mampir ke stand saya.
Pengusaha 1 : Terima
kasih, Bu. Bagaimana keadaan stand
Anda selama pameran batik ini berlangsung?
Pengusaha 2 : Jujur saja,
selama pameran batik ini berlangsung, stand
saya terbilang cukup sepi. Bahkan, yang saya rasakan, pameran batik ini pun
terbilang cukup sepi pengunjung.
Pengusaha 1 : Saya
sependapat dengan Anda. Kondisi seperti ini menunjukkan kurangnya ketertarikan
masyarakat kepada batik. Padahal, batik merupakan salah satu identitas bangsa
yang penting untuk dijaga kelestariannya.
Pengusaha 2 : Betul. Jika
kondisi seperti ini terus berlanjut, kekhawatiran akan hilangnya batik di
negara ini bukanlah isapan jempol belaka lagi. Andai Salatiga memiliki semacam
laboratorium batik, mungkinkah masyarakat akan lebih tertarik dengan batik?
Pengusaha 1 : Itu ide yang
cemerlang. Bagaimana jika kita membangun laboratorium batik?
Pengusaha 2 : Laboratorium batik? Lalu, bagaimana
dengan modalnya?
Pengusaha 1 : Bukankah
Salatiga memiliki Perkumpulan Pengusaha Batik? Kita sampaikan usulan ini kepada
mereka, saya yakin mayoritas bahkan seluruh pengusaha batik Salatiga akan
setuju dengan usulan ini.
Pengusaha 2 : Pemikiran
yang bagus. Baiklah, hal ini bisa didiskusikan lebih lanjut dan merinci pada
pertemuan rutin Perkumpulan Pengusaha Batik Salatiga. Ada satu pertanyaan lagi
yang cukup mengganjal di benak saya. Apakah kelak modal dari hasil iuran para
pengusaha batik cukup untuk membangun laboratorium batik itu?
Pengusaha 1 : Untuk
masalah modal, bagaimana jika kita meminta bantuan kepada pemerintah serta
membangun relasi dengan para pengusaha batik dari daerah lain?
Pengusaha 2 : Ide yang
bagus. Bahkan, hal itu sama sekali tidak terlintas di benak saya dari tadi.
Saya memiliki beberapa relasi dengan pengusaha batik dari Pekalongan dan
Semarang.
Pengusaha 1 : Kebetulan,
saya juga memiliki beberapa relasi dengan pengusaha batik se-Jawa. Jika usulan
ini bisa direalisasikan, saya akan mencoba menghubungi mereka untuk ikut serta
dalam proyek ini.
Pengusaha 2 : Hal yang
sangat menyenangkan untuk dibayangkan, apalagi untuk diwujudkan menjadi
kenyataan. Saya baru ingat, pertemuan rutin Perkumpulan Pengusaha Batik
Salatiga akan dilaksanakan sore ini.
Pengusaha 1 : Baiklah,
tentu saya akan mengusahakan untuk datang ke pertemuan rutin itu. Saya permisi
dulu, Bu. Sepertinya saya sudah cukup lama meninggalkan stand saya. Selamat pagi, Bu.
Pengusaha 2 : Selamat pagi, Pak. Sampai berjumpa
di pertemuan rutin nanti sore.
Selanjutnya, usulan mengenai pembangunan
laboratorium batik itu dirundingkan pada pertemuan rutin Perkumpulan Pengusaha
Batik Salatiga. Setelah mencapai konsensus, Ibu Rini pun diutus untuk mewakili
Perkumpulan Pengusaha Batik Salatiga untuk mengajukan permohonan kerjasama
pembangunan laboratorium batik.
Keesokan harinya, Ibu Rini datang ke
Kantor Pemerintahan Kota Salatiga. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Ibu
Rini dipersilakan masuk untuk menemui wakil pemerintah.
Wakil Pemerintah : Selamat siang. Silakan duduk.
Wakil Pengusaha : Terima kasih,
Pak.
Wakil Pemerintah : Ada yang bisa saya bantu, Bu?
Wakil
Pengusaha : Begini, Pak. Saya mewakili Perkumpulan Pengusaha
Batik Salatiga, bermaksud meminta bantuan dari pemerintah.
Wakil Pemerintah : Untuk apa? Memberi modal untuk usaha kalian?
Wakil
Pengusaha : Bukan, Pak. Tetapi untuk memberi bantuan dan
dukungan kepada kami untuk mendirikan laboratorium batik.
Wakil Pemerintah : Laboratorium batik? Bisa Anda jelaskan lebih
rinci?
Wakil
Pengusaha : Laboratorium batik ini bisa dikatakan sebagai
museum batik, Pak. Rencananya
kami akan mengisinya dengan batik-batik di seluruh Indonesia beserta sejarahnya, tetapi
kami tetap akan menonjolkan batik asli Salatiga.
Wakil Pemerintah : Hmm (mengangguk-angguk). Lalu?
Wakil
Pengusaha : Kami beranggapan bahwa dengan didirikannya
laboratorium batik ini,
masyarakat akan lebih tertarik dengan batik. Produk batik pun akan sangat diminati masyarakat
nantinya.
Wakil
Pemerintah : Dalam artian penjualan kalian akan mengalami
peningkatan. Benar begitu?
Wakil
Pengusaha : Bukan hanya kami, Pak. Pengusaha batik di
seluruh Indonesia, paling tidak Jawa, pasti juga akan mengalami peningkatan penjualan.
Wakil Pemerintah : Anda yakin?
Wakil Pengusaha : Yakin,
terutama jika pemerintah ikut membantu.
Wakil
Pemerintah : Apa yang membuat Anda berpikir bahwa pemerintah
dapat membantu?
Wakil
Pengusaha : Karena laboratorium batik ini nantinya bisa
dijadikan sebagai objek wisata, Pak.
Bukankah itu dapat menambah pendapatan daerah?
Hal itu juga bisa mengangkat nama Salatiga di mata masyarakat luas di luar Salatiga.
Wakil Pemerintah : Jadi
begitu? Apakah Anda sudah mengajukan proposal?
Wakil
Pengusaha : Kurang lebihnya begitu, Pak. Kemarin kami
sudah mengajukan proposal.
Wakil Pemerintah : Kalau
begitu nanti akan saya baca dan teliti dulu.
Wakil Pengusaha : Jadi bagaimana,
Pak?
Wakil
Pemerintah : Untuk sementara ini saya belum bisa memberi
keputusan. Proposal Anda harus dibaca dan diteliti terlebih dahulu.
Kami pemerintah juga harus mengadakan rapat untuk membahasnya lebih lanjut.
Wakil
Pengusaha : Baiklah, Pak. Berapa lama kami harus menunggu
untuk mendapatkan jawaban pasti dari pemerintah?
Wakil
Pemerintah : Mungkin tidak dalam waktu yang singkat, tetapi
kami akan memproses ini
secepatnya. Saya akan menghubungi Anda apabila
keputusannya telah ditetapkan oleh pemerintah. Mungkin sekitar 2 minggu.
Bagaimana, Bu?
Wakil
Pengusaha : Untuk hal itu saya serahkan sepenuhnya kepada
Bapak dan pemerintah, Pak.
Wakil Pemerintah : Baiklah
kalau begitu. Apa masih ada hal yang dapat saya bantu, Bu?
Wakil Pengusaha : Tidak, terima kasih, Pak. Senang bekerjasama dengan Anda.
Wakil Pemerintah : Sama-sama,
Bu. Senang bekerjasama dengan Anda.
(berdiri lalu
berjabat tangan).
Wakil Pengusaha : Boleh saya
keluar, Pak?
Wakil Pemerintah : Ya,
Silakan.
Wakil Pengusaha : Terima kasih, Pak. Selamat siang.
Wakil Pemerintah : Selamat
siang.
Setelah itu, Ibu Rini keluar dari ruangan
dan menyampaikan hasil pertemuannya kepada pengusaha batik lainnya. Beberapa
minggu kemudian, permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan Pengusaha Batik
Salatiga mendapat persetujuan dari pemerintah dan akan segera direalisasikan.
terima kasih
BalasHapusbagi pin bb donk :)
BalasHapusTERIMA KASIH, SANGAT MEMBANTU. SALAM DARI SMANSA BULUKUMBA :)
BalasHapusSukriya
BalasHapusizin copas ya mbak mas :-)
BalasHapus