Here we are!

Here we are!

Sabtu, 31 Mei 2014

Teks Negosiasi Kerjasama Membangun Laboratorium Batik


Chika Novinda             (MIA 2.2 / 08)
Salsabila Farah D.       (MIA 2.2 / 25)

TEKS NEGOSIASI
KERJASAMA MEMBANGUN LABORATORIUM BATIK

Pada suatu pagi di sebuah pameran batik yang diadakan di Salatiga, seorang pengusaha batik bernama Ibu Rini sedang duduk sambil menjaga stand batik miliknya. Dia terlihat lelah dan bosan karena stand miliknya sangat sepi. Tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya. Ternyata, dia juga merupakan salah satu pengusaha batik di Salatiga yang juga membuka stand di pameran tersebut.
Pengusaha 1          : Selamat pagi, Bu.
Pengusaha 2          : Selamat pagi, Pak. Mari, silakan mampir ke stand saya.
Pengusaha 1          : Terima kasih, Bu. Bagaimana keadaan stand Anda selama pameran batik ini berlangsung?
Pengusaha 2          : Jujur saja, selama pameran batik ini berlangsung, stand saya terbilang cukup sepi. Bahkan, yang saya rasakan, pameran batik ini pun terbilang cukup sepi pengunjung.
Pengusaha 1          : Saya sependapat dengan Anda. Kondisi seperti ini menunjukkan kurangnya ketertarikan masyarakat kepada batik. Padahal, batik merupakan salah satu identitas bangsa yang penting untuk dijaga kelestariannya.
Pengusaha 2          : Betul. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, kekhawatiran akan hilangnya batik di negara ini bukanlah isapan jempol belaka lagi. Andai Salatiga memiliki semacam laboratorium batik, mungkinkah masyarakat akan lebih tertarik dengan batik?
Pengusaha 1          : Itu ide yang cemerlang. Bagaimana jika kita membangun laboratorium batik?
Pengusaha 2          : Laboratorium batik? Lalu, bagaimana dengan modalnya?
Pengusaha 1          : Bukankah Salatiga memiliki Perkumpulan Pengusaha Batik? Kita sampaikan usulan ini kepada mereka, saya yakin mayoritas bahkan seluruh pengusaha batik Salatiga akan setuju dengan usulan ini.
Pengusaha 2          : Pemikiran yang bagus. Baiklah, hal ini bisa didiskusikan lebih lanjut dan merinci pada pertemuan rutin Perkumpulan Pengusaha Batik Salatiga. Ada satu pertanyaan lagi yang cukup mengganjal di benak saya. Apakah kelak modal dari hasil iuran para pengusaha batik cukup untuk membangun laboratorium batik itu?
Pengusaha 1          : Untuk masalah modal, bagaimana jika kita meminta bantuan kepada pemerintah serta membangun relasi dengan para pengusaha batik dari daerah lain?
Pengusaha 2          : Ide yang bagus. Bahkan, hal itu sama sekali tidak terlintas di benak saya dari tadi. Saya memiliki beberapa relasi dengan pengusaha batik dari Pekalongan dan Semarang.
Pengusaha 1          : Kebetulan, saya juga memiliki beberapa relasi dengan pengusaha batik se-Jawa. Jika usulan ini bisa direalisasikan, saya akan mencoba menghubungi mereka untuk ikut serta dalam proyek ini.
Pengusaha 2          : Hal yang sangat menyenangkan untuk dibayangkan, apalagi untuk diwujudkan menjadi kenyataan. Saya baru ingat, pertemuan rutin Perkumpulan Pengusaha Batik Salatiga akan dilaksanakan sore ini.
Pengusaha 1          : Baiklah, tentu saya akan mengusahakan untuk datang ke pertemuan rutin itu. Saya permisi dulu, Bu. Sepertinya saya sudah cukup lama meninggalkan stand saya. Selamat pagi, Bu.
Pengusaha 2          : Selamat pagi, Pak. Sampai berjumpa di pertemuan rutin nanti sore.
      Selanjutnya, usulan mengenai pembangunan laboratorium batik itu dirundingkan pada pertemuan rutin Perkumpulan Pengusaha Batik Salatiga. Setelah mencapai konsensus, Ibu Rini pun diutus untuk mewakili Perkumpulan Pengusaha Batik Salatiga untuk mengajukan permohonan kerjasama pembangunan laboratorium batik.
      Keesokan harinya, Ibu Rini datang ke Kantor Pemerintahan Kota Salatiga. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Ibu Rini dipersilakan masuk untuk menemui wakil pemerintah.
Wakil Pengusaha  : Selamat siang, Pak.
Wakil Pemerintah : Selamat siang. Silakan duduk.
Wakil Pengusaha  : Terima kasih, Pak.
Wakil Pemerintah : Ada yang bisa saya bantu, Bu?
Wakil Pengusaha  : Begini, Pak. Saya mewakili Perkumpulan Pengusaha Batik Salatiga, bermaksud meminta bantuan dari pemerintah.
Wakil Pemerintah : Untuk apa? Memberi modal untuk usaha kalian?
Wakil Pengusaha  : Bukan, Pak. Tetapi untuk memberi bantuan dan dukungan kepada kami untuk mendirikan laboratorium batik.
Wakil Pemerintah : Laboratorium batik? Bisa Anda jelaskan lebih rinci?
Wakil Pengusaha  : Laboratorium batik ini bisa dikatakan sebagai museum batik, Pak. Rencananya kami akan mengisinya dengan batik-batik di seluruh Indonesia beserta sejarahnya, tetapi kami tetap akan menonjolkan batik asli Salatiga.
Wakil Pemerintah : Hmm (mengangguk-angguk). Lalu?
Wakil Pengusaha  : Kami beranggapan bahwa dengan didirikannya laboratorium batik ini, masyarakat akan lebih tertarik dengan batik. Produk batik pun akan sangat diminati masyarakat nantinya.
Wakil Pemerintah : Dalam artian penjualan kalian akan mengalami peningkatan. Benar begitu?
Wakil Pengusaha  : Bukan hanya kami, Pak. Pengusaha batik di seluruh Indonesia, paling tidak Jawa, pasti juga akan mengalami peningkatan penjualan.
Wakil Pemerintah : Anda yakin?
Wakil Pengusaha  : Yakin, terutama jika pemerintah ikut membantu.
Wakil Pemerintah : Apa yang membuat Anda berpikir bahwa pemerintah dapat membantu?
Wakil Pengusaha  : Karena laboratorium batik ini nantinya bisa dijadikan sebagai objek wisata, Pak. Bukankah itu dapat menambah pendapatan daerah? Hal itu juga bisa mengangkat nama Salatiga di mata masyarakat luas di luar Salatiga.
Wakil Pemerintah : Jadi begitu? Apakah Anda sudah mengajukan proposal?
Wakil Pengusaha  : Kurang lebihnya begitu, Pak. Kemarin kami sudah mengajukan proposal.
Wakil Pemerintah : Kalau begitu nanti akan saya baca dan teliti dulu.
Wakil Pengusaha  : Jadi bagaimana, Pak?
Wakil Pemerintah : Untuk sementara ini saya belum bisa memberi keputusan. Proposal Anda harus dibaca dan diteliti terlebih dahulu. Kami pemerintah juga harus mengadakan rapat untuk membahasnya lebih lanjut.
Wakil Pengusaha  : Baiklah, Pak. Berapa lama kami harus menunggu untuk mendapatkan jawaban pasti dari pemerintah?
Wakil Pemerintah : Mungkin tidak dalam waktu yang singkat, tetapi kami akan memproses ini secepatnya. Saya akan menghubungi Anda apabila keputusannya telah ditetapkan oleh pemerintah. Mungkin sekitar 2 minggu. Bagaimana, Bu?
Wakil Pengusaha  : Untuk hal itu saya serahkan sepenuhnya kepada Bapak dan pemerintah, Pak.
Wakil Pemerintah : Baiklah kalau begitu. Apa masih ada hal yang dapat saya bantu, Bu?
Wakil Pengusaha  : Tidak, terima kasih, Pak. Senang bekerjasama dengan Anda.
Wakil Pemerintah : Sama-sama, Bu. Senang bekerjasama dengan Anda.
(berdiri lalu berjabat tangan).
Wakil Pengusaha  : Boleh saya keluar, Pak?
Wakil Pemerintah : Ya, Silakan.
Wakil Pengusaha  : Terima kasih, Pak. Selamat siang.
Wakil Pemerintah : Selamat siang.
      Setelah itu, Ibu Rini keluar dari ruangan dan menyampaikan hasil pertemuannya kepada pengusaha batik lainnya. Beberapa minggu kemudian, permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan Pengusaha Batik Salatiga mendapat persetujuan dari pemerintah dan akan segera direalisasikan.

5 komentar: