Baru-baru ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) menerapkan kurikulum baru, yang sering disebut kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 ini menjadi buah bibir di Indonesia mulai dari siswa, guru pembimbing,
hingga wali siswa. Hal ini dikarenakan adanya pro dan kontra dari pihak yang
terlibat. Basis pembelajaran pada
kurikulum 2013 ini adalah penerapan berpikir dan logika silogisme agar
Indonesia diharapkan dapat bergelut dengan negara maju pada dunia kerja atau
persaingan intelektual dimasa mendatang.
Seperti
pada penjelasan tadi, kita ketahui bahawa materi yang disampaikan pada
kurikulum 2013 ini tidak hanya mengacu pada kompetensi dasar yang hanya
meliputi materi berbasis teori ilmu, tetapi mangacu pada pembelajaran
kontekstual. Pembelajaran kontekstual itu sendiri adalah proses penyampaian
materi dengan mengaitkan materi dasar yang ada dengan kehidupan sehari-hari. Contohnya
adalah pembelajaran Bahasa Indonesia
pada teks eksposisi ini, materi yang disampaikan pada siswa ini tidak hanya
penyampaian arti, ciri-ciri, atau kaidah dari teks eksposisi. Tetapi, materi dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari dengan cara pengungkapan pendapat, menganalisis
unsur-unsur yang terkandung, dan latihan membuat teks dengan sistematis.
Materi itu harus disampaikan dengan
baik oleh guru pembimbing. Guru adalah
subjek yang berperan aktif atau
fasilitator dalam penyempurnaan penyampaian materi pada siswa agar pembelajaran
kurikulum 2013 terlaksanan dengan baik. Guru diharuskan untuk menggunakan keterbukaannya
dengan trik-trik pembelajaran seperti pendekatan saintifik pada siswa.
Pendekatan saintifik itu sendiri adalah mengamati, menanya, menalar, mencoba
dan mengomunikasikan. Guru mendorong siswa untuk mengamati subjek yang ada
supaya siswa dapat menyimpulkan hasil yang tepat dengan riset yang pasti. Siswa
akan aktif secara tidak langsung dengan menjawab pertanyaan dari guru yang
menciptakan siswa aktif dalam pemberian pendapat dengan pengolahan kata yang
tepat. Guru juga harus memberikan masalah sebagai objek penalaran agar siswa
dapat mencoba berpikir dan mengomunikasikannya secara kritis dan analitis.
Pengasahan
intelektual pada siswa tidak hanya bersumber dari teori-teori pada buku ataupun
cerita-cerita yang hanya rumor belaka. Namun, pengasahan itu dapat diambil dari
berbagai sumber aksi nyata dan hasil pemikiran. Karena itu, siswa dituntut
untuk proaktif. Seperti aktif bertanya, tidak harus menerima mentah-mentah
hasil yang diberikan. Kita ketahui bahwa pembelajarn tidak hanya ada dalam
kelas ataupun tatap muka. Pembelajaran bisa dilaksanakan di mana dan kapanpun
dengan bantuan teknologi yang ada. Dengan perkembangan itu, akan membuat siswa
untuk kreatif dan aktif dalam membaca hal-hal baru. Siswa juga akan berdiskusi
dalam memecahkan masalah, dan saat itulah siswa berlatih untuk berargumen. Dari
argumen tersebut, pasti akan terjadi kesalahan dan siswa akan mengevaluasi diri
untuk lebih baik.
Setelah semua aspek terpenuhi,
pastinya ada suatu penilaian sebagai tolok ukur hasil akhir suatu pembelajaran.
Seperti yang kita ketahui, tahun-tahun sebelumnya siswa selalu mengejar nilai
pada tes, ulangan harian ataupun tugas-tugas yang ada. Namun, tidak dengan
standat penilain pada kurikulum 2013. Aspek
afektif, kogitif, dan psikomotorik adalah hal yang harus diperhatikan. Afektif
sebagai penilaian tingkah laku seperti perasaan, minat, dan emosi. Kognitif
sebagai kemampuan berpikir dalam pemecahan masalah dan kemampuan intelektual.
Psikomotorik sebagai penilaian kegiatan fisik seperti keaktifan siswa dalam
proses belajar.
Kurikulum
2013 sudah disahkan dan mulai diterapkan pada tahun
ajaran 2013/2014. Jika kita perhatikan
dengan baik, krikulum 2013 ini dapat menghasilkan potensi besar bagi pendidikan
di Indonesia. Apabila potensi itu diwujudkan dengan aksi nyata dari guru dalam
penyampaian materi dan siswa sebagai pelaksana maka akan menjadi bekal
pendidikan Indonesia dimasa mendatang. Tinggal kita yang memberikan
penyempurnaan pada potensi yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar